Belajar Menata Hati

BroTechno - ID

Selepas puasa ramadhan sebulan penuh, suka cita semua berlebaran dalam nuansa kemenangan hari raya Idul fitri. Lebaran menjadi momentum istimewa untuk bersilaturahmi, saling bermaaf-maafan dan memastikan tidak ada lagi unek-unek kekesalan apalagi kebencian di dalam hati. Hal yang harus dihindari karena kebencian yang mendasar di hati dan penyakit hati menjadi yang paling menjerumuskan pada kehinaan, sebab kebencian adalah sumber dari penyakit hati lainnya; seperti penyakit dendam, iri hati, hasad, dan dengki.

Apabila sudah ada kebencian di dalam hati, maka segunung kebaikan pun takkan pernah terlihat baik oleh mata kita, sebab saat benci sudah beersarang di hati, maka yang nampak besar di hadapan kita hanya amarah dan amarah. Senyatanya dalam ajaran Islam, hati adalah unsur yang paling penting sebagaimana hadits Rasulullah SAW;

''Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk dan harta kalian, tetapi Dia melihat pada hati dan amal kalian.''

Istilah hati dalam bahasa Arab disebut qalbun, yaitu anggota badan yang terletak di sebelah kiri dada dan merupakan bagian terpenting bagi pergerakan darah. Dikatakan juga hati sebagai qalb, karena sifatnya yang berubah-ubah.

Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda, “ Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya dan jika buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya, ia adalah hati.” (HR. Al-Bukhari).

Selanjutnya menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin membagi makna hati menjadi dua, yaitu:

Pertama. Daging kecil yang terletak di dalam dada sebelah kiri dan di dalamnya terdapat rongga yang berisi darah hitam. Dan Kedua. Merupakan bisikan halus ketuhanan (rabbaniyah) yang berhubungan langsung dengan hati yang berbentuk daging. Hati inilah yang dapat memahami dan mengenal Allah serta segala hal yang tidak dapat dijangkau angan-angan.

Manajemen hati berarti mengelola hati supaya potensi positif bisa berkembang maksimal menggiring kemampuan berpikir dan bertindak sehingga sekujur sikapnya menjadi positif, dan potensi negatifnya segera terdeteksi dan dikendalikan sehingga tidak berubah menjadi tindakannya.

Kondisi hati manusia ibarat cermin, jika tidak dirawat dan dibersihkan maka ia akan mudah kotor dan berdebu. Mengutip Abdullah Gymnastiar (2006;150), Ibnu Qoyyim Al Jauziyah pernah mengatakan bahwa hati manusia terbagi dalam tiga kriteria, yaitu:

  1. Qolbun Marridh (Hati yang Sakit), perumpamaan bagi yang hatinya sakit adalah ibarat cermin yang tidak terawat, sehingga penuh dengan debu dan kotor. Namun, dari hari ke hari kotoran tersebut semakin bertambah. Akibatnya, setiap benda sebagus apa pun yang disimpan di depannya, akan tampak lain pada pantulan bayangannya. Bayangannya tampak buram dan lebih buruk dari aslinya. Apabila yang bercermin di depannya, siapa pun dia niscaya akan kecewa. Dengan demikian hati yang sakit adalah hati yang hidup, tetapi menderita sakit. Hati semacam ini sering mengalami kebimbangan antara melakukan kebenaran dan kebatilan. Penyakit hati ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu hasud, riya’, dengki, ghibah, ujub, dan sebagainya.

  2. Qolbun Mayyit (Hati yang Mati) Hati yang mati adalah hati yang sepenuhnya dikuasai hawa nafsu dan keinginan, sehingga hati tertutup dari mengenal Tuhannya. Hati sama sekali tidak mau beribadah kepada Allah. Hati tidak mau menjalankan perintah dan semua hal yang diridhoi-Nya. Hawa nafsu telah menguasai dan bahkan menjadi pemimpin dan pengendali bagi dirinya. Kebodohan dan kelalaian adalah sopirnya. Ke mana saja ia bergerak, maka gerakannya benar-benar telah diselubungi oleh pola pikir meraih meraih kesenangan duniawi semata.

  3. Qolbun Salim ( Hati yang Selamat) Hati ini adalah hati yang hidup, bersih, penuh ketaatan dengan cahaya terangnya dan bertempat di nafsul mutmainah (jiwa yang tenang). Semuanya karena Allah SWT. Jika ia mencintai, membenci, memberi, dan menahan diri, semuanya karena Allah. Dengan demikian, hati yang selamat adalah hati yang jauh dari syirik, hati yang selamat dari dosa, dan hanya menyembah, mengabdi, mencintai, pasrah, kembali, takut, berharap, ikhlas hanya untuk Allah semata. Di samping itu juga selalu tunduk dan mengikuti sepenuhnya tuntunan Rasulullah Saw.

Semoga kita bisa mendapatkan Qolbun Salim, kita semua senantiasa memiliki jiwa yang tenang tanpa kebencian. Keniscayaannya jika kebencian dan dendam termasuk hal yang sangat merugikan diri sendiri, menghilangkan kebahagiaan, dan menumbuhsuburkan aneka keburukan.

Dalam ajaran Islam jelaslah mengapa Rasulullah saw berpesan agar kita jangan marah dan dendam, pesan beliau tersebut diulang sampai tiga kali. Hal ini menunjukkan betapa buruk kebencian atau dendam tersebut, salah satu efek buruk dari kebencian dan kedendaman adalah menghilangkan kejujuran kita melihat kelebihan dan kebaikan orang yang dibenci.

Ketika kita sudah benci kepada seseorang, apa pun yang dilakukannya niscaya selalu buruk. Jangankan melakukan perbuatan tercela, salat sekali pun akan dipandang buruk. Kebencian juga menghalangi ilmu dan kebaikan yang datang dari orang yang kita benci.

Namun, bagi kita menata hati bukan perkara yang mudah akan tetapi jika berhasil melakukannya maka hidupnya akan menjadi tenang, bekerja menjadi ikhlas, dan hidupnya barokah serta indah. Jelaslah jika hati berfungsi sebagai sebuah sistem yang akan menentukan baik buruknya kehidupan manusia.

Sebagaimana sabda Rasulullah ; "Sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, maka semua anggota tubuh akan baik. Apabila segumpal daging itu buruk, maka semua anggota tubuh akan menjadi buruk pula. Segumpal daging itu adalah hati (qalbun) " (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW mengumpamakan hati yang sehat layaknya sebuah cangkir yang paling bening, tipis, dan kuat. Bening berarti bersih dari dosa, sehingga hati menjadi jernih melihat, menimbang, dan menilai suatu masalah. Tipis berarti hati yang lembut, memiliki empati, peka, dan memiliki kecerdasan emosi, sehingga jauh dari sifat-sifat tercela. Kuat berarti tahan banting dan tak mudah pecah atau retak. Maksudnya, hati yang tangguh dan sabar.

Belajar Menata Hati
Ilustrasi hati. Foto: Shutterstock

Silaturahmi dan menjaga rasa persaudaraan, kerukunan serta persatuan menjadi kunci selanjutnya. Kondisinya jelas kalau kita seorang muslim maka dengan muslim lainnya adalah bersaudara, sehingga tidak sepantasnya ada kebencian yang mengakar dalam diri kita, permusuhan yang bekepanjangan, dan sifat dengki yang menggerogoti akhlak kita. Bukankah Islam adalah rahmat atau dalam bahasa lainnyanya yaitu kasih sayang.

Sebagaimana firman Allah swt: "Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu, dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat” (QS.Al-Hujurat {49}:10).

Selanjutnya dari Anas r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua saling benci-membenci, saling dengki-mendengki, saling belakang-membelakangi dan saling putus-memutuskan ikatan persahabatan atau kekeluargaan dan jadilah engkau semua hai namba-hamba Allah sebagai saudara-saudara. Tidaklah halal bagi seseorang Muslim kalau ia meninggal yakni tidak menyapa saudaranya lebih dari tiga hari."

Alhasil, maka tugas kita pun harus mampu menciptakan suasana ukhuwah yang tinggi, persaudaraan dan kekeluargaan antar sesama muslim dan antar sesama manusia, karena tiada balasan yang pantas dan layak bagi mereka yang menjaga silaturahmi kecuali keridhoan dan keberkahan hidup dari Allah swt.

**Asep Totoh-Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666 Cileunyi Bandung.



Read more
LihatTutupKomentar