Liputan6.com, Bandung - Para buruh perempuan hingga korban penggusuran turut melebur bersama barisan massa dari berbagai kalangan lainnya dalam rangka memperingati International Women’s Day (IWD) atau Hari Perempuan Sedunia di Kota Bandung, Senin (8/3/2021).
Mereka bertemu di depan halaman Gedung Sate. Silih berganti memegang pengeras suara, mereka melantangkan sederet tuntutan. Di antaranya, isu kriminalisasi buruh perempuan dan penggusuran yang juga berdampak pada perempuan.
Seorang buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Militan (F-Sebumi), Aat Karwati menyampaikan, secara historis buruh perempuan sangat erat dengan pergerakan awal Hari Perempuan Sedunia. Buruh perempuan memiliki andil krusial dalam perjuangan kesetaraan di masa lampau.
Karenanya, Aat melanjutkan, sudah sepatutnya buruh perempuan melebur bersama elemen perempuan lainnya. Menurutnya, memperingati Hari Perempuan Sedunia jangan sampai hanya berhenti mengingat masa lalu tapi melupakan masalah kini. Sejatinya, peringatan itu ialah bekal melanjutkan perjuangan kaum buruh perempuan terdahulu.
"Kenapa saya harus memperingati, karena ini bukan hanya simbol, tapi PR (pekerjaan rumah) untuk rakyat, untuk buruh, agar meneruskan perjuangannya di masa lalu itu. Jangan sampai kemenangan yang sudah diraih terkikis," ungkapnya kepada Liputan6.com.
"Perjuangan pada waktu itu, misalnya perjuangan soal jam kerja, upah dan kesetaraan," imbuhnya.
Hingga saat ini, lanjut Aat, perjuangan atas hak normatif buruh tak kunjung usai. Salah satu yang tengah dihadapi oleh para buruh perempuan F-Sebumi sendiri adalah masalah pemidanaan dan gugatan ganti rugi Rp12 miliar yang dilakukan oleh pihak perusahaan CV Sandangsari Bandung.
Sebanyak 7 buruh perempuan dari 10 buruh di pabrik tekstil itu di PHK, 210 buruh digugat ganti rugi, dan seorang buruh perempuan lainnya, Aan Aminah, tengah berproses di persidangan setelah dituduh melakukan penganiayaan. Sederet masalah itu terjadi ketika buruh CV Sandangsari menuntut terkait perselisihan upah dan tunjangan.
"Itu menunjukkan ketika kami sebagai buruh perempuan menuntut hak normatif kami malah digugat Rp12 miliar dengan tuduhan kami telah merugikan perusahaan (karena melakukan aksi di pabrik)," katanya.
Gerakan Perempuan Harus Lebur
Aat menegaskan, peringatan IWD ini dapat dijadikan momentum persatuan. Gerakan perempuan, katanya, jangan terpecah belah. Mahasiswa, buruh, pelajar maupun kalangan perempuan lainnya harus melebur dalam satu gerakan bersama melawan ketidakadilan.
"Buruh perempuan harus sadar. Sadar untuk melawan ketidakadilan, melawan segala penindasan terhadap buruh perempuan. Berjuang demi keadilan bagi perempuan," kata Aat.
Seorang perempuan korban penggusuran Program Rumah Deret Tamansari, Bandung, Eva Eryani mengungkapkan, penggusuran sangat merugikan semua termasuk perempuan. Penggusuran adalah pemiskinan perempuan.
"Penggusuran itu memiskinkan dan ibu-ibu harus memperjuangkan itu, ketika rumahnya tidak ada bagaimana kehidupan keluarganya. Secara luas ini ada yang salah dari bagaimana negara melindungi perempuan," katanya.
Senada dengan Aat, Eva pun menilai bahwa gerakan perempuan jangan membeda-bedakan kalangan. Dalam peringatan Hari Perempuan Sedunia ini, perempuan sepatutnya menjadikannya untuk menjadi keterhubungan tersebut.
"Sebagai perempuan memang harus menyadari itu karena perempuan bekerja di semua lini. Untuk itulah tidak harus ada sekat di perempuan itu sendiri," katanya.
"Semua perempuan wajib untuk mempertahankan kehidupan anak-anaknya, keluarga dan sekitarnya. Harus kuat, semangat di garda terdepan, perempuan yang utama menjaga agar kehidupan bisa lestari," tandasnya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Read more