Sejumlah terobosan Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Olly Dondokambey, di masa pandemi COVID-19, perlahan membuahkan hasil. Walaupun sempat mendapatkan cibiran di awal-awal kebijakan dibuat, namun hasil akhir yang didapatkan justru menuai pujian dan terbukti ampuh untuk menekan laju pertumbuhan COVID-19 di bumi Nyiur Melambai.
Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), menjadi salah satu daerah dengan pertumbuhan kasus COVID-19 tertinggi di Indonesia. Bahkan, pada kasus gelombang kedua di triwulan kedua tahun 2021, tercatat seluruh wilayah masuk kategori zona berbahaya penyebaran COVID-19.
Tak hanya itu, setiap harinya pertambahan kasus positif COVID-19 begitu tinggi, berbanding terbalik dengan kasus yang dinyatakan discarded maupun sembuh.
Kebijakan pertama yang diambil adalah melakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara ketat. Aktivitas dibatasi, termasuk jam malam, di mana seluruh usaha harus sudah tutup pada pukul 20.00 Wita atau jam 8 malam. Hal ini tentu langsung mendapatkan cibiran dan respon negatif dari banyak masyarakat, terutama para pelaku usaha.
Pelaku usaha terutama yang baru beroperasi pada sore hari, merasa sangat dirugikan dengan kebijakan ini. Namun, pemerintah bergeming. Kebijakan tersebut tetap dijalankan. Polisi, TNI dan Satpol PP dikerahkan untuk mengawasi dan menertibkan orang-orang yang melanggar aturan tersebut.
Kebijakan ini bertahan cukup lama. Sejumlah warga melakukan protes, termasuk para pekerja hiburan malam, yang merasa jika dianak tirikan dengan kebijakan tersebut. Namun, lagi-lagi Gubernur beralasan jika diberikan kelonggaran sejak awal, persoalan COVID-19 tidak akan pernah selesai di Sulawesi Utara, yang justru semakin merugikan perekonomian.
Tercatat, sejak April hingga Agustus 2021, penerapan kebijakan PPKM diberlakukan. Selama lima bulan itu juga, pemerintah Provinsi Sulawesi Utara memilih untuk fokus penanganan lonjakan kasus, termasuk memperketat semua pintu masuk kedatangan ke Sulawesi Utara.
Kebijakan Rapid Antigen Ulang di Bandara Sam Ratulangi Bongkar Sindikat PCR Palsu
Pada bulan Juni, Gubernur Olly Dondokambey, kembali dibuat pusing dengan lonjakan kasus COVID-19 di Sulawesi Utara. Padahal, saat itu, kebijakan PPKM telah dimulai sejak April. Sempat menurun, tapi angkanya kembali naik. Setelah diteliti, ternyata para pasien baru COVID-19 adalah para pelaku perjalanan.
Pada penghujung bulan Juni, tepatnya Rabu (30/6), jumlah akumulasi pasien terkonfirmasi positif di Sulawesi Utara sebanyak 16.196 kasus, dengan rincian 15.300 sembuh, 555 meninggal dunia, dan 341 masih dirawat.
Kebijakan baru pun langsung dilaksanakan melalui Surat Edaran Gubernur Provinsi Sulawesi Utara No. 440/21.6278/Sekr-Dinkes. Dalam surat edaran ini, semua penumpang yang masuk ke Sulawesi Utara melalui Bandara Sam Ratulangi wajib dilakukan pemeriksaan swab rapid antigen ulang di bandara.
Hal ini tiba-tiba menjadi ramai. Banyak yang mencibir dan menolak kebijakan baru ini. Ada yang menuding Olly Dondokambey memanfaatkan itu sebagai sebuah proyek, karena ada peralatan antigen yang harus digunakan. Olly juga dituding tidak mempercayai surat PCR yang dipegang oleh para pelaku perjalanan sebelum naik pesawat.
Lagi-lagi Olly bergeming. Dia yakin jika kebijakannya ini akan tepat, karena melihat data-data yang tersaji. Dan benar saja, baru beberapa hari kebijakan tersebut dijalankan, ratusan pelaku perjalanan yang 'dipaksa' harus melakukan pemeriksaan antigen ulang walaupun telah memiliki surat PCR, ternyata positif COVID-19. Padahal, para pelaku perjalanan ini memiliki surat PCR dengan masa berlaku panjang.
Awalnya terdeteksi 48 penumpang pesawat tujuan Manado positif corona, dengan jadwal penerbangan tanggal 1 dan 2 Juli. Namun, belakangan jumlah penumpang yang positif, terus bertambah hingga 103 orang. Kebijakan Olly ini juga secara langsung membongkar adanya sindikat pemalsuan surat PCR. Polisi pun bertindak, dan akhirnya berhasil mengungkap sejumlah kebobrokan penerbitan surat PCR palsu tersebut.
Lagi-lagi, kebijakan Olly yang awalnya dinilai kontroversi, menjadi terbukti ampuh untuk mencegah masuknya COVID-19 di Sulawesi Utara.
Namun demikian, pada bulan November 2021 lalu, kebijakan ini dipersoalkan sejumlah Anggota DPR RI, yang menilai jika PCR yang dipegang penumpang lebih akurat dibandingkan oleh tes antigen ulang di Bandara Sam Ratulangi.
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, menilai jika setiap pelaku perjalanan moda transportasi udara sudah mengantongi Surat Keterangan Hasil Negatif Tes PCR maupun Rapid Test Antigen yang terintegrasi dengan aplikasi PeduliLindungi milik pemerintah pusat.
Karantina WNA yang Tiba di Sulawesi Utara di Pulau Bangka
Terobosan lain yang dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Utara, yang awalnya kontroversial tapi berbuah manis, adalah terkait dengan Karantina Warga Negara Asing (WNA) yang tiba di Bandara Sam Ratulangi, di pulau Bangka Likupang, Kabupaten Minahasa Utara.
Kebijakan ini awalnya cukup mengejutkan, mengingat para WNA ini diinapkan di sejumlah resort dan penginapan di pulau pariwisata itu.
Namun, belakangan hal ini justru menjadi hal yang diacungi jempol, tak hanya dari para pelaku wisata lokal, tetapi juga para agent travel di dunia. Mereka menilai karantina tersebut, membuat para WNA betah dan merekomendasikan agar Sulawesi Utara dijadikan destinasi.
ASITA, platform traveling Traveloka, hingga sejumlah Agent travel dari Singapura dan Malaysia, menyampaikan pujian dengan terobosan tersebut. Ketua Asita Sulut, Merry Karouwan, menyebutkan program yang digagas Gubernur Olly adalah yang pertama di Indonesia.
"Hingga saat ini, semua tamu mengaku puas dengan layanan dan pelaksanaan karantina di Murex resort dan Bastianos di Pulau Bangka ini. Ini merupakan hal terbaik, di mana pak Olly tetap ketat menjalankan protokol COVID-19, tapi memberikan kepuasan tersendiri untuk yang menjalankan karantina," ujar Merry.
isa
Read more