BMKG Bangun 17 Instalasi Seismograf, Pertajam Akurasi Pantauan Gempa dan Tsunami

BroTechno - ID
BMKG Bangun 17 Instalasi Seismograf, Pertajam Akurasi Pantauan Gempa dan Tsunami
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati Foto: Sayid Muhammad Mulki Razqa/kumparan

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menambah instalasi 17 seismograf di sejumlah titik di Indonesia. Salah satunya diresmikan pada Sabtu (18/12) oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Kecamatan Candi Abang, Yogyakarta.

Seismograf adalag suatu alat yang digunakan untuk mengukur gempa atau getaran yang terjadi pada permukaan bumi. Dwikorita mengatakan, dengan adanya penambahan 17 sensor ini, maka saat ini Indonesia sudah punya 428 sensor seismograf.

Penentuan jumlah dan lokasi penempatan sensor berdasarkan catatan sejarah gempa bumi yang telah terjadi yaitu pertemuan antar lempeng tektonik seperti Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik dan Lempeng filipina, serta sesar/patahan aktif  yang telah teridentifikasi.

Hal tersebut telah dievaluasi dan diperhitungkan oleh BMKG bersama Tim Ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Pembangunan shelter dan jaringan seismograf ini diperlukan untuk merapatkan jaringan guna meningkatkan performa kecepatan dan keakuratan informasi dan peringatan dini tsunami di BMKG," kata Dwikorita dalam keterangannya kepada wartawan.

"Dengan adanya penambahan seismograf ini, kami ingin maksimalkan dalam memberikan layanan informasi cuaca, iklim, gempa bumi serta tsunami secara cepat, tepat, dan akurat," tambah dia.

BMKG Bangun 17 Instalasi Seismograf, Pertajam Akurasi Pantauan Gempa dan Tsunami (1)
Petugas mendata aktivitas Gunung Slamet menggunakan alat seismograf di Pos Pengamatan Gunung Api Slamet, Desa Gambuhan, Pemalang, Jawa Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Dwikorita menyebut, sejak tahun 2016, BMKG semakin menyadari bahwa Indonesia adalah wilayah yang sangat rawan bencana tetapi belum dibekali dengan 'persenjataan' teknologi yang canggih. Atas dasar itu, BMKG melakukan penambahan dan pembaharuan alat dan teknologi guna menjaga keselamatan masyarakat dari bencana.

Termasuk salah satunya pemasangan sensor gempa di Kawasan Candi Abang, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, dilakukan untuk meningkatkan kecepatan dan akurasi informasi peringatan dini gempa besar dan tsunami kepada masyarakat.

Mengingat wilayah Yogyakarta sendiri memiliki potensi kegempaan yang bersumber dari sesar-sesar aktif seperti sesar naik Opak dan zona subduksi (lempeng indo-Australia dan lempeng Eurasia) di selatan Jawa.

Dwikorita menegaskan, meskipun fenomena gempa bumi dan tsunami tidak dapat diprediksi, tetapi dampaknya dapat diminimalisasi melalui kecepatan analisa gempabumi dengan jaringan seismograf yang rapat, pemodelan tsunami yang presisi, penyebaran informasi yang meluas ke masyarakat dan pendidikan mitigasi bencana yang tepat.

Keberadaan Sistem Monitoring dan Peringatan Dini Tsunami, lanjut Dwikorita, merupakan wujud kemajuan dan kesiapsiagaan Indonesia dalam upaya mencegah, atau paling tidak dalam upaya mengurangi dampak dari bahaya gempa bumi dan tsunami, yang dapat timbul kapan saja dan di mana saja.

"Ini ikhtiar BMKG untuk menjaga bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman Gempa Bumi dan Tsunami. Semoga masyarakat Indonesia semakin sadar dan juga tangguh dalam menghadapi bencana," ucap dia.

BMKG Bangun 17 Instalasi Seismograf, Pertajam Akurasi Pantauan Gempa dan Tsunami (2)
Ilustrasi seismograf gempa bumi. Foto: Getty Images

Sementara, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Bambang Prayitno, menjelaskan bahwa frekuensi gempa bumi di Indonesia setiap tahun cenderung terus meningkat. Jika dalam kurun waktu 2008-2016 rata-rata terjadi sebanyak 5.000-6.000 kali dalam setahun, lalu di tahun 2017, jumlahnya meningkat menjadi 7.169 kali.

Angka tersebut kemudian naik kembali di tahun 2019 menjadi lebih dari 11.500 kali. Dalam hal bencana tsunami, selama periode tahun 1600 - Oktober 2021, telah terjadi 246 kali tsunami di Indonesia.

"Ke depannya kami akan mencoba terus berusaha dan berupaya untuk menambah sensor yang akan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, sehingga dengan semakin rapatnya jaringan sensor tersebut dapat meningkatkan kecepatan dan ketepatan,  juga akurasi perhitungan magnitudo gempabumi," ujar Bambang.



Read more
LihatTutupKomentar